Selasa, 29 November 2011

Ilmu al-Nasikh wa al-Mansukh



a.      Pengertian Nasakh,Nasikh, Mansukh
Istilah Naskh mengandung beberapa makna. Kata Naskh kadang-kadang bermakna meniadakan (Izaalah) seperti dalam surat al Hajj ayat 52.
!$tBur $uZù=yör& `ÏB y7Î=ö6s% `ÏB 5Aqߧ Ÿwur @cÓÉ<tR HwÎ) #sŒÎ) #Ó©_yJs? s+ø9r& ß`»sÜø¤±9$# þÎû ¾ÏmÏG¨ÏZøBé& ã|¡Yusù ª!$# $tB Å+ù=ムß`»sÜø¤±9$# ¢OèO ãNÅ6øtä ª!$# ¾ÏmÏG»tƒ#uä 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOŠÅ3ym ÇÎËÈ
Dan kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat- nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana,
Kadang kata Naskh bermakna penggantian (Tabdiil) seperti dalam surat an Nahl 101.
#sŒÎ)ur !$oYø9£t/ Zptƒ#uä šc%x6¨B 7ptƒ#uä   ª!$#ur ÞOn=ôãr& $yJÎ/ ãAÍit\ム(#þqä9$s% !$yJ¯RÎ) |MRr& ¤ŽtIøÿãB 4 ö@t/ óOèdçŽsYø.r& Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÊÉÊÈ
  Dan apabila kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja". bahkan kebanyakan mereka tiada Mengetahui.
Adakalanya bermakna pengalihan (tahwiit) yang berlaku dalam peristilahan ilmu Fara’id yaitu tanaasakhul mawaarits  yaitu pengalihan harta warisan dari si A ke si B). Dan adakalany bermakna pemindahan (Naql) dari satu tempat ke tempat lain, misalnya kalimat nasakhtul kitaaba yang berarti memindahkan atau mengutip isi buku persis menurut kata dan peristilahannya. [1]
Menurut isthilah Naskh ialah mengangkat (menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil hukum syara’ yang lain. Disebutkannya kata hukum disini menunjukan bahwa prinsif “ Segala sesuatu hukumnya boleh” tidak termasuk yang dinasakh. Kata-kata dengan hukum syara’ mengecualikan pengangkatan (penghapusan) hukum yang disebabkan kematian atau gila, atau pengahapusan dengan ijma’ atau qiyas.[2]
Kata Nasikh (Yang mengahapus) maksudnya adalah Allah yang menghapus hukum itu” seperti firman Nya:
* $tB ô|¡YtR ô`ÏB >ptƒ#uä ÷r
Artinya: Dan tidaklah Kami menghapus suatu ayat........ (Al Baqarah: 106)
Mansukh adalah hukum yang diangkat atau yang diahapuskan. Maka ayat mawarits (warisan) atau hukum yang terkandung di dalamnya, misalnya, adalah menghapuskan hukum wasiat kepada kedua orang tua atau kerabat sebagaimana akan dijelaskan.

b.      Macam-macam Naskh dari segi sumber dan keberadaannya
Nasakh ada empat bagian[3]:
1)      Nasakh al Qur’an dengan al Qur’an
Nasakh ini sepakat ulama membolehkannya. Contoh ayat tentang ‘iddah empat bulan sepuluh hari sebagaimana akan dijelaskan contohnya.
2)      Nasakh al Qur’an dengan al Hadits
Nasakh ini ada dua macam:
a)      Nasakh al qur’an dengan hadits ahad. Jumhur ulama tidak membolehkannya. Alasannya karena al  Qur’an itu mutawatir yang bermakna yakin. Sedangkan ahad adalah zhanni. Maka tidak sah menghilangkan yang yakin dengan yang masih sangkaan (zhanni).
b)      Nasakh al Qur’an dengan Hadits Mutawatir . Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad membolehkannya dikarenakan semuanya  adalah wahyu. Sesuai dengan surat An Najm: 3-4
$tBur ß,ÏÜZtƒ Ç`tã #uqolù;$# ÇÌÈ ÷bÎ) uqèd žwÎ) ÖÓórur 4ÓyrqムÇÍÈ
Artinya: “ Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan  (kepadanya)



Dan Firman Nya pula:

ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ ̍ç/9$#ur 3 !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍköŽs9Î) öNßg¯=yès9ur šcr㍩3xÿtGtƒ ÇÍÍÈ

Dan Kami turunkan kepadamu al qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.” (An Nahl: 44)


3)      Nasakh al Hadits dengan al Qur’an
Jumhur ulama membolehkannya. Contoh menghadap ke baitul muqoddas ketika shalat yang hukumnya tidak ada dalam al Qur’an di nasakh oleh surat al Baqarah 114, atau Wajibnya melaksanakan puasa asyura yang terdapat pada Hadits Nabi dinasakh oleh surat al Baqarah 185 (Perintah puasa Ramadhan).
Sedangkan Imam Syafi’i menolak keras adanya nasakh al qur’an dengan hadits sesuai yang ada dalam kitab Risalahnya. Alasannya karena Menjaga Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya serta menjaga keterkaitan dan kecocokannya.  Jika di antara keduanya ada yang tidak cocok maka Sunnah di nasakh oleh al qur’an[4]

4)      Nasakh hadits dengan hadits
Nasakh ini ada 4 macam:
a)      Nasakh hadits mutawatir oleh mutawatir hukumnya boleh
b)      Nasakh hadits ahad oleh ahad hukumnya boleh
c)      Nasakh hadits ahad oleh  mutawatir hukumnya boleh
d)     Nasakh hadits mutawatir oleh ahad hukumnya tidak boleh
Adapun menasakh ijma’ dengan ijma’ dan qiyas atau menasakh dengan keduanya, maka pendapat yang shahih tidak membolehkannya. 
Macam –macam nasakh dalam al qur’an[5]
1.      Dinasakh ayatnya dan kandungan  hukumnya
Contoh seperti Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan lainnya Dari Aisyah r.a berkata: Dalam ayat yang diturunkan: Sepuluh kali susuan yang diketahui itu menjadi pemahraman, maka dinasakh dengan hanya lima kali menyusui yang diketahui. Ketika Rosulullah wafat lima susuan ini termasuk ayat al Qur’an yang dibaca. Ucapan Aisyah lima susuan ini termasuk ayat al qur’an yang dibaca secara dzahir menunjukan bahwa bacaanya masih ada. Teapi tidak demikian halnya, karena ia tidak terdapat pada mashaf  Utsmani. Kesimpulan ini dijawab bahwa yang dimaksud dengan perkataan Aisyah tersebut ialah ketika menjelang beliau wafat.

2.      Dinasakh kandungan  hukumnya tetapi ayatnya masih ada
Contoh menasakh hukum yang ada pada ayat ‘iddah  setahun dengan tetap ada ayatnya.
3.      Dinasakh tulisannya akan tetapi kandungan hukumnya masih berlaku
Contohnya ayat tentang hukuman rajam:
Artinya: Orang tua laki-laki  dan perempuan yang berzina, maka rajamlah keduanya itu denga pasti sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha perkasa lagi Maha Bijaksana.


c.       Pendapat Ulama tentang Naskh dalam al Qur’an
Jumhur ulama. Mereka berpendapat bahwa Nasakh adalah suatu hal yang dapat diterima akal dan telah pula terjadi dalam hukum-hukum syara’. Berdasarkan dalil:
a)      Perbuatan Allah tidak bergantung pada alasan dan tujuan. Ia boleh saja memerintahkan sesuatu pada suatu waktu dan melarangnya pada waktu yang lain. Karena hanya Dia-lah yang lebih mengetahui kepentingan hamba-hambaNya.
b)      Naskh al Qur’an dan As Sunnah menunjukan kebolehan naskh dan terjadinya, antara lain:
Firman Allah:

#sŒÎ)ur !$oYø9£t/ Zptƒ#uä šc%x6¨B 7ptƒ#uä   ª!$#ur ÞOn=ôãr& $yJÎ/ ãAÍit\ム(#þqä9$s% !$yJ¯RÎ) |MRr& ¤ŽtIøÿãB 4 ö@t/ óOèdçŽsYø.r& Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÊÉÊÈ

Artinya “ Dan apabila Kami mengganti suatu ayat ditempat ayat yang lain. (An Nahl: 101)


* $tB ô|¡YtR ô`ÏB >ptƒ#uä ÷rr& $ygÅ¡YçR ÏNù'tR 9Žösƒ¿2 !$pk÷]ÏiB ÷rr& !$ygÎ=÷WÏB 3 öNs9r& öNn=÷ès? ¨br& ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« 퍃Ïs% ÇÊÉÏÈ


4

Apa saja ayat yang Kami nasakhan, atau Kami lupakannya, Kami datangkan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya.”
 (Al- Baqarah:106)

Dalam sebuah Hadits Shahih dari Ibnu Abbas, Umar r.a berkata: “Yang paling paham dan paling menguasai Al Qur’an di antara kami adalah Ubay. Namun demikian kami pun meninggalkan sebagian perkataannya, karena ia mengatakan: Aku tidak akan meninggalkan sedikit pun segala  apa yang pernah aku dengar dari Rosulullah SAW padahal Allah telah berfirman: ‘Apa saja ayat yang Kami nasakhan, atau Kami melupakannya.....” (Al Baqarah:106).

d.      Urgensi mempelajarinya
Pengetahuan tentang nasikh dan mansukh mempunyai fungsi dan manfaat besar bagi para ulama, terutama para fuqaha, mufassir dan ushul fiqh, agar pengetahuan tentang hukum tidak menjadi kabur. Oleh sebab itu, terdapat banyak atsar yang mendorong agar mengetahui masalah ini. Seperti yang diriwayatkan, Ali pada suatu hari melewati seorang hakim lalu bertanya: Apakah kamu mengetahui yang dari yang mansukh? “Tidak, jawab hakim itu. Maka kata Ali, “Celakalah kamu dan kamu pun mencelakakan orang lain.”
Dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata tentang firman Allah “Dan barang siapa yang diberi hikmah, sesungguhnya ia telah diberi kebajikan yang banyak. “ (Al Baqarah: 269), “yang dimaksud ialah (yang diberi ilmu tentang nasikh dan mansukhnya, muhkam dan mutasyabihnya, muqoddam dan mu’akharnya serta haram dan halalnya.[6]











Kesimpulan
Istilah Naskh mengandung beberapa makna. Kata Naskh kadang-kadang bermakna meniadakan (Izaalah). Kadang kata Naskh bermakna penggantian (Tabdiil). Adakalanya bermakna pengalihan (tahwiit). Dan adakalany bermakna pemindahan (Naql) dari satu tempat ke tempat lain. Menurut isthilah Naskh ialah mengangkat (menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil hukum syara’ yang lain.
Nasakh ada empat bagian:
1.      Nasakh al Qur’an dengan al Qur’an
2.      Nasakh al Qur’an dengan as Sunnah
3.      Nasakh as Sunnah dengan al Qur’an
4.      Nasakh as Sunnah dengan al Qur’an
Sedangkan nasakh dalam al Qur’an ada 3 macam:
1.      Naskh bacaan dan Hukum
2.      Nasakh hukum sedang tilawahnya tetap
3.      Nasakh tilawah sedang hukumnya tetap

Daftar Pustaka
Al Qaththan, Manna, Pengantar Studi al Qur’an. Jakarta: Pustaka Al Kautsar
As Shalih, Subhi, Membahas Ilmu-Ilmu al Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus
Al Qaththan, Manna, Mabahits fii Ulumil Qur’an. Riyadh: Pustaka Al Ma’arif
Departemen Agama RI, Terjemah Al Qur’an


[1] Membahas Ilmu Ilmu al Qur’an hal: 366
[2] Mabahits fii ulumil qur’an hal: 237
1
[3] Pengantar studi Ilmu al qur’an hal: 291

2
[4] Membahas Ilmu-ilmu al Qur’an hal: 368

[5] Pengantar studi ilmu Al Qur’an hal.293

3
[6] Pengantar studi Ilmu al Qur’an hal: 288

5

1 komentar:

  1. Dari penjelasan diatas, kesimpulan yg bisa diambil:
    # Pertentangan memang ada dalam ayat-ayat Qur'an
    # Pertentangan tersebut dapat dijelaskan dengan konsep Nasikh dan Mansukh

    Bila kita buat karya ilmiah (misalnya skripsi), apakah bisa kita pakai konsep Nasikh dan Mansukh untuk menutupi ketidak-konsistenan kita?

    Judhianto | NontonDunia.com

    BalasHapus